Belum pernah ada,
kasih di dunia,
sanggup menerima diriku apa adanya,
selain kasihMu Yesus.
tak kan ada lagi,
kasih s'perti ini,
sanggup mengubahkan hidupku menjadi baru,
selain kasihMu Yesus.
Kau kukagumi dalam hati,
kasihMu tiada duanya,
sampai kini kuakui,
kasihMu tiada duanya.
Aku memilih untuk menikmatinya dalam sibukku. Sambil kumainkan tangan dan air dalam gemericik kebisingan dapur. Begitu ramai orang di luar, sebagian berjalan lalu lalang, sebagian bertukar cerita melepas rindu, sebagian berdoa sambil memandangimu. Tidak ada kasih yang seindah dan sehangat ini....
Perjalanan kami dimulai ketika komitmen untuk saling memiliki dibuat dalam kesepakatan tak berbunyi. Dan semakin kuat saat kami saling mengungkapkan satu sama lain. Lalu, engkau hadir dan menyambutku seperti cucumu sendiri. Tidak ada yang lebih indah daripada penerimaan dan kepedulian. Aku perantau tanpa sanak saudara. Dalam gemblengan kemandirian dan keterbatasan asupan materi. Tanganmu yang selalu setia menerimaku saat aku sakit dan setia memperhatikanku saat barangku tertinggal atau ada hal yang terlewat. Seringkali engkau diburu rindu saat deadline kami menumpuk. Dan desakan kecil seperti pisang goreng buatanmu atau sekadar camilan, sebuah umpan manis untuk menarik kami kembali ke pelukanmu. Tidak ada hal yang lebih manis daripada rentengan pertanyaanmu, atau tatapanmu yang selalu mengawasi kami dari jauh, atau sisipan-sisipan lembaran uangmu yang kau bilang tak seberapa tetapi sangat berarti bagi kami, lalu juga dengan segala waktu dan usahamu menanti anak cucu yang belum pulang. Dengan terantuk-antuk engkau menahan mata sambil menikmati acar TV yang entah mungkin hanya sekadar selingan atau secuil hiburan, dan betapa luarbiasanya saat banjir datang, tangan rapuhmu dengan lincah memainkan kain pel mengeringkan bagian ini dan itu. Ah... seandainya aku tahu, dibalik semua kesibukanmu sebenarnya ada kesepian menjelang anak-anakmu beranjak menua dan cucumu perlahan telah sibuk dengan deretan agenda hariannya. Aku hanya sedikit menyesal tidak sempat memelukmu erat hanya sekadar mengatakan: eyang, aku sangat mengasihimu.
Lalu semua puzzle itu terpampang jelas sekarang. Mengapa akhir tahun engkau meminta cetak gambar dirimu lengkap dengan ukurannya. Dan ibuku yang sempat singgah untuk sekadar mampir, engkau sampaikan kekhawatiranmu bahwa natal ini mungkin tak dapat engkau lalui. Lalu untuk apa bungkusan handuk, sabun mandi lux ungu itu, sepotong kebaya ayu berwarna ungu, jarik yang sudah kau wiru. Aku terduduk kelu. Sudah saatnya..
Hidupmu bagaikan buntalan cinta yang selalu terisi penuh dan mengucur tiada habisnya untuk kami di sekitarmu. Waktu-waktu yang telah kau lalui, semakin memantapkan langkahmu untuk tetap peduli, penuh kasih, dan konsisten mengikuti Dia yang telah menggendongmu saat ini. Benih itu telah meluncur ke udara bagaikan kembang api, dan telah tertanam di banyak hati. Hidupmu begitu indah, ramai dengan kecerewetan ataupun sekadar ungkapan kekesalan kepada kami, dan kini benih-benih cinta yang berasal dari buntalan itu akan selalu kami bawa dalam ingatan manis kami.
Teruntuk eyangku sayang, yang kepadanya Tuhan telah sediakan tempat terbaik. Terimakasih telah menjadi rumah keduaku. Terimakasih telah menjadi ibu dan tempat bersandarku. Penerimaan dan kasihmu yang luar biasa, menyemangatiku untuk selalu hidup melayani dengan hati, bukan hanya sekadar memberi, tetapi juga mampu berdiri. Tuhan, kepadaMu ku serahkan buntalan cintaku yang abadi. Terimakasih telah mengijinkanku mengenalnya melewati hari-hariku bersamanya. Eyangku sayang :*
*sebuah catatan kecil dari seorang cucu menantu, seseorang yang awalnya bukan siapa-siapa tetapi merasakan kehilangan yang teramat sangat sebab sebagian hatinya telah terpaut kuat karena kasihnya yang abadi
kasih di dunia,
sanggup menerima diriku apa adanya,
selain kasihMu Yesus.
tak kan ada lagi,
kasih s'perti ini,
sanggup mengubahkan hidupku menjadi baru,
selain kasihMu Yesus.
Kau kukagumi dalam hati,
kasihMu tiada duanya,
sampai kini kuakui,
kasihMu tiada duanya.
Aku memilih untuk menikmatinya dalam sibukku. Sambil kumainkan tangan dan air dalam gemericik kebisingan dapur. Begitu ramai orang di luar, sebagian berjalan lalu lalang, sebagian bertukar cerita melepas rindu, sebagian berdoa sambil memandangimu. Tidak ada kasih yang seindah dan sehangat ini....
Perjalanan kami dimulai ketika komitmen untuk saling memiliki dibuat dalam kesepakatan tak berbunyi. Dan semakin kuat saat kami saling mengungkapkan satu sama lain. Lalu, engkau hadir dan menyambutku seperti cucumu sendiri. Tidak ada yang lebih indah daripada penerimaan dan kepedulian. Aku perantau tanpa sanak saudara. Dalam gemblengan kemandirian dan keterbatasan asupan materi. Tanganmu yang selalu setia menerimaku saat aku sakit dan setia memperhatikanku saat barangku tertinggal atau ada hal yang terlewat. Seringkali engkau diburu rindu saat deadline kami menumpuk. Dan desakan kecil seperti pisang goreng buatanmu atau sekadar camilan, sebuah umpan manis untuk menarik kami kembali ke pelukanmu. Tidak ada hal yang lebih manis daripada rentengan pertanyaanmu, atau tatapanmu yang selalu mengawasi kami dari jauh, atau sisipan-sisipan lembaran uangmu yang kau bilang tak seberapa tetapi sangat berarti bagi kami, lalu juga dengan segala waktu dan usahamu menanti anak cucu yang belum pulang. Dengan terantuk-antuk engkau menahan mata sambil menikmati acar TV yang entah mungkin hanya sekadar selingan atau secuil hiburan, dan betapa luarbiasanya saat banjir datang, tangan rapuhmu dengan lincah memainkan kain pel mengeringkan bagian ini dan itu. Ah... seandainya aku tahu, dibalik semua kesibukanmu sebenarnya ada kesepian menjelang anak-anakmu beranjak menua dan cucumu perlahan telah sibuk dengan deretan agenda hariannya. Aku hanya sedikit menyesal tidak sempat memelukmu erat hanya sekadar mengatakan: eyang, aku sangat mengasihimu.
Lalu semua puzzle itu terpampang jelas sekarang. Mengapa akhir tahun engkau meminta cetak gambar dirimu lengkap dengan ukurannya. Dan ibuku yang sempat singgah untuk sekadar mampir, engkau sampaikan kekhawatiranmu bahwa natal ini mungkin tak dapat engkau lalui. Lalu untuk apa bungkusan handuk, sabun mandi lux ungu itu, sepotong kebaya ayu berwarna ungu, jarik yang sudah kau wiru. Aku terduduk kelu. Sudah saatnya..
Hidupmu bagaikan buntalan cinta yang selalu terisi penuh dan mengucur tiada habisnya untuk kami di sekitarmu. Waktu-waktu yang telah kau lalui, semakin memantapkan langkahmu untuk tetap peduli, penuh kasih, dan konsisten mengikuti Dia yang telah menggendongmu saat ini. Benih itu telah meluncur ke udara bagaikan kembang api, dan telah tertanam di banyak hati. Hidupmu begitu indah, ramai dengan kecerewetan ataupun sekadar ungkapan kekesalan kepada kami, dan kini benih-benih cinta yang berasal dari buntalan itu akan selalu kami bawa dalam ingatan manis kami.
Teruntuk eyangku sayang, yang kepadanya Tuhan telah sediakan tempat terbaik. Terimakasih telah menjadi rumah keduaku. Terimakasih telah menjadi ibu dan tempat bersandarku. Penerimaan dan kasihmu yang luar biasa, menyemangatiku untuk selalu hidup melayani dengan hati, bukan hanya sekadar memberi, tetapi juga mampu berdiri. Tuhan, kepadaMu ku serahkan buntalan cintaku yang abadi. Terimakasih telah mengijinkanku mengenalnya melewati hari-hariku bersamanya. Eyangku sayang :*
*sebuah catatan kecil dari seorang cucu menantu, seseorang yang awalnya bukan siapa-siapa tetapi merasakan kehilangan yang teramat sangat sebab sebagian hatinya telah terpaut kuat karena kasihnya yang abadi
Komentar
Posting Komentar